Rohul (Riau), Lineperistiwa.com
Hampir setiap tahun, dunia pendidikan setingkat SMK Negeri/sederajat di Rohul dibekali pemahaman mengikuti sosialisasi menjadi bintara polisi, walaupun sebenarnya jatah untuk Kabupaten Rohul sudah dibatasi.
Paling-paling yang menang ikut testing bisa dihitung dengan jari tangan. Tapi jumlah peserta yang ingin jadi polisi terus bertambah. Yang merasa pernah ikut sosialisasi waktu sekolah bukan jadi jaminan seratus persen akan lulus test.
Seperti yang diungkapkan beberapa alumni SMK Negeri di Rohul. "Masuk polisi itu tidak cukup modal semangat 45, tapi harus sehat jasmani bang", ujar Paijo yang mengaku dua kali kalah ikut testing masuk polisi kini lebih memilih bertani dikebun sawit milik mertuanya masuk bilangan juragan sawit di Rohul.
Kata Paijo, sejak dirinya menikah punya anak dua cita-citanya jadi polisi semasa SMA hambar dibawa angin lalu. Begitu juga dengan Shinta alumni SMK negeri di Ujung Batu. Keinginannya menjadi polwan tak kesampaian.
"Banyak saingan bang, sementara orang tuaku hanya buruh kebun", ketus Shinta yang juga mengaku sudah dua kali ikut testing jadi polwan tapi gagal karena nasib baik belum berpihak dengannya. Termasuk Pak Lokkot petani kecil di Kecamatan Darussalam Rohul, sudah dua anak lajangnya setamat SMK Negeri Rambah mengkuti test masuk bintara polisi, tapi karena hanya modal hidung, mimpi-mimpi anaknya menjadi anggota Polisi tugas di bagian Provos tak menjadi kenyataan.
"Alhamdulilah kedua anakku sudah diterima menjadi tenaga kontrak di PTPN V", ujar Pak Lokkot yang hidup selalu mensyukuri apa yang sudah dicapainya.
Pak Lokkot tak mau hidup banyak tingkah seperti tetangganya nekad menjual dua kapling kebun sawitnya buat modal anaknya mencari pekerjaan permanen. Lain lubuk lain ikannya, lain orang pasti beda cara pandangnya.
Seperti cara hidup Pak Hamzah semua harta miliknya dijual asal kelima anaknya dapat kerjaan tetap.
"Kebun sawit tidak dibawa mati pak, lagian aku kerja untuk anak", ujar Pak Hamzah yang kini telah menikmati hidup masa tuanya dan selalu berbagi pada orang tak mampu juga ke anak cucunya.
Beda dengan Mas Harjo, kedua anaknya bisa masuk polisi tak pakai duit katanya. Tapi setelah kedua anaknya berkeluarga terdengar berita kalau kebun sawitnya dekat kawasan hutan lindung Bukit Suligi sudah dijualnya dengan pensiunan pejabat PTPN V. Menarik sekali bila cerita tentang anak-anak negeri yang semasa sekolahnya ceria mengikuti sosialisasi calon anggota polri, tapi kenyataaannya setelah mereka tamat kesempatan kerja atau jadi polisi masih jauh dalam mimpi belaka.
Sebagian mereka menjadi barisan pengangguran dan mungkin hanya sedikit yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Semoga saja komitmen Kapolri dalam penerimaan polisi ditahun 2022 ini tetap profesional, tranparansi, akuntabel, humanis dan tidak ada dipungut biaya sepeserpun.
Budaya bersih-bersih ditubuh Polri lagi terus didengungkan. Era Kapolri di zaman Presiden Jokowi nama baiknya makin mendunia di Media Sosial dan di Dunia Nyata. Karena sebesar apapun pandangan publik dengan dunia kepolisian yang dianggap belum sempurna, tapi di era inilah kita bisa melihat dengan nyata betapa banyaknya anak-anak orang kurang mampu bisa diterima menjadi anggota Polri dan diterima menjadi CPNS tanpa pakai duit tapi otak memang cerdas dan cemerlang.
Saat ini memang negeri kita sudah mengarah keperbaikan. Buktinya tidak sedikit anggota polisi yang melanggar hukum dipecat tanpa kompromi. Polri bekerja semakin profesional, Polri semakin kompak merawat NKRI dari gangguan sekelompok orang yang selalu mengatasnamakan demokrasi demi kepentingan perutnya bukan untuk kepentingan rakyat. Bravo Pak Kapolri.Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si. (***Ronggur.G)